Fuad Rumi
Beberapa hari yang lalu, saya sedang berdiskusi dengan seorang teman tentang berbagai hal menyangkut pekerjaan. Dan pembicaraan pun melebar ke soal tulisan atau rubrik yang paling disukai dibaca apabila berhadapan dengan surat kabar. Teman saya itu pun berkata bahwa dia paling suka dengan rubrik "Gelitik" yang ada di Harian Fajar setiap Jum'at dan digawangi oleh bapak Fuad Rumi. Saya langsung menimpali dengan mengatakan kok kolom rubrik kesukaan kita sama ya. Teman saya pun berkata, tapi sayang rubrik gelitik tidak bakalan kita nikmati lagi, karena beliau Fuad Rumi telah pergi untuk selamanya.
Senin, 15 Juli, pukul 10.20 Wita, di RSPAD Jakarta, dia telah berpulang ke rahmatullah. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Fuad Rumi, Sang Penggelitik itu telah pergi. Kolomnis Fajar: Gelitik, itu telah menghadap Tuhan-nya. Fuad Rumi meninggal dunia setelah sakit beberapa pekan.
Tidak hanya saya, tapi banyak yang kehilangan atas kepergian beliau, Itu past. Bukan hanya civitas akademika Universitas Muslim Indonesia (UMI), sahabat-sahabatnya, orang-orang yang selama ini menganggapnya sebagai guru, tapi juga para penikmat tulisannya.
Setiap pekan, Fuad Rumi memang selalu muncul dengan tulisan-tulisan menggelitiknya yang sarat kritik. Sebagai salah seorang yang senang membaca buah pikiran Fuad Rumi, saya sering menyempatkan waktu tersendiri untuk menyimak gelitik tulisan beliau punya ciri khas tersendiri.
Sebelum memuat beberapa tulisan beliau di blog ini, tepatnya tanggal 19 November 2011, saya mengirim pesan berupa pertanyaan kepada beliau melalui facebook. Saya menanyakan tentang apakah kumpulan tulisan beliau di kolom Gelitik Harian Fajar telah dibukukan, dan kalau sudah dibukukan, dimana saya bisa mendapatkannya. Pada tanggal 20 November 2011, beliau menjawab pertanyaan saya melalui inbox saya di facebook. Jawaban beliau, "Alkm slm. Terimakasih apresiasinya. Tulisan2 saya di Fajar belum diterbitkan dlm buku. Wslm."
Atas jawaban beliau itulah, saya berinisiatif memuat ulang di blog ini beberapa tulisan beliau sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi para pembaca yang budiman.
Selamat Jalan Pak Kiyai, Semoga Allah SWT memberimu tempat yang layak disisiNya. Doa kami teriring selalu untukmu. Tentu saya dan para pembaca gelitik lainnya sangat kehilangan dan pastinya kami bangga pernah bersama mu, paling kurang bersamamu di kolom Gelitik Harian Fajar. Akhirnya, "Allahummaghfirlahu, warhamhu, waafihim, wa'fuanhu. Amin Yaa Rabb!"